Esposin, JAKARTA — Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi tak mempermasalahkan mundurnya jadwal laga pembuka Piala Kemerdekaan 2015. Menurutnya, turnamen memang harus dipersiapkan secara matang agar tidak gegabah.
Promosi Agen BRILink Mariyati, Pahlawan Inklusi Keuangan dari Pulau Lae-lae Makassar
Tim Transisi memutuskan untuk memundurkan jadwal laga pembuka Piala Kemerdekaan 2015 menjadi 15 Agustus mendatang. Ini kali ketiga turnamen sepa kbola itu tertunda, yang pertama direncanakan 24 Juli lalu berubah menjadi 1 Agustus, lalu 2 Agustus dan terakhir 15 Agustus mendatang.
Imam Nahrawi mengaku sudah mendapatkan laporan dan penjelasan dari Tim Tansisi soal pemunduran laga pembuka Piala Kemerdekaan 2015. Dia tak mempermasalahkannya, sebab semua terkait turnamen harus dipertimbangkan secara matang.
"Saya sudah mendapatkan laporannya. Alasannya karena BOPI saat ini sedang melakukan verifikasi terhadap operator Piala Kemerdekaan 2015 dan asih ada beberapa klub yang belum menyerahkan data yang diminta oleh mereka," ungkap Imam.
Soal sponsor Piala Kemerdekaan 2015, Imam menegaskan siapa saja yang nantinya masuk harus dilakukan secara terbuka. "Tidak ada kendala, yang pasti transparansi sponsor yang terlibat. Penyelenggaraan turnamen ini harus terbuka," tegasnya.
Sementara itu, Anggota Eksekutif (Exco) PSSI, Djamal Aziz, menegaskan Menpora Imam Nahrawi harus mengakui putusan akhir Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mengabulkan gugutan PSSI atas SK No. 01307 terkait pembekuan organisasi sepak bola Indonesia itu.
Menpora sempat meragukan kemenangan PSSI di pengadilan. Sejak kasus penyuapan di PTUN Medan terkuak, Menpora menyarankan agar Komisi Yudisial bisa mengawasi sisi profesionalitas hakim. "Seharusnya sebagai pelaksana ketatanegaraan, melihat putusan PTUN itu sudah paling gentle kalau Imam Nahwari mencabut SK pembekuan PSSI," kata Djamal Aziz, seperti dilansir Liputan6.com, Kamis.
Djamal mengatakan Menpora tak perlu berlindung, apalagi mengajukan banding atas putusan akhir sidang PTUN. "Ini perintah supremasi hukum di negara hukum," kata mantan anggota Komisi X DPR tersebut.